MATERI PUISI
Puisi adalah bentuk karangan yang terikat oleh ritma, rima, ataupun junlah baris serta di tandai oleh bahasa yang padat.
Unsur-unsur Intrinstik puisi adalah :
Tema : Tentang apa puisi itu berbicara.
Amanat : apa yang hendak dinasehatkan kepada pembaca.
Rima : Persamaan – persamaan bunyi.
Ritma : Perhentian – perhentian / tekanan – tekanan yang teratur.
Metrum / Irama : Turun Naik lagu secara beraturan yang dibentuk oleh persamaan Jumlah kata / suku tiap baris
Majas / Gaya : Permainan bahasa untuk efek estesis maupun maksimalisasi ekspresi.
Kesan : Perasaan yang diungkapkan lewat puisi ( sedih , haru, mencekam, berapi – api, dll)
Diksi : Pilihan kata/ ungkapan.
Unsur – unsur tersebut terjalin menyatu secara harmonis sehingga lahi karya puisi yang bernilai.
Lahirnya puisi sering dipengaruhi oleh unsur Ekstrinsik, Yakni unsur – unsur di luar karya itu sendiri, misalnya : biografi, agama, pandangan hidup pengarang, adapt, social-budaya-politik , masyarakat, dll.
Struktur Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
(1) Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek, penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu), penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
(3) Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4) Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi Sutardji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
StrukturBatinPuisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
(1) Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
(2) Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk olehlatarbelakangsosiologisdanpsikologisnya.
(3) Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
TEKNIK ANALISIS PUISI DENGAN PARAFRASE
Membaca puisi pada dasarnya merupakan usaha melakukan kontak lahir batin dengan puisi tsb. Pembaca puisi perlu bergulat dengan segala kemampuan, pikiran, pengalaman dan perasaan terhadap puisi yg dibaca agar dapat menangkap segala makna dalam puisi. Mengapa hal tsb diperlukan? Karena banyak puisi yg bersifat "menyembunyikan makna" dibalik baris-baris kata dan bait.
Dari sudut pandang bahasa, secara konvensional bahasa memiliki konsep Dwi-Tunggal: bentuk dan arti. Kata tertentu memiliki arti tertentu secara harfiah. Namun kata-kata yg digunakan pada puisi mengandung arti "tambahan" dengan memanipulasi bahasa dan memanfaatkan potensi yg ada pada bahasa. Kata-kata didalam puisi dapat membawa arti yg "ambiguous" dan dapat terjadi multiinterpretasi pada puisi yg sama (puisi dapat diinterpretasikan lebih dari satu macam).
Menganalisi puisi berarti berusaha mengambil/menemukan arti biasa maupun arti "tambahan" yang dikandung puisi tsb. Disamping memahami arti/ makna puisi, kegiatan analisis juga berusaha untuk melihat struktur/ unsur-unsur puisi.
Unsur-unsur puisi adalah segala sesuatu yg berperan membentuk/ ,membangun puisi menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur puisi dapat terdiri dari: bunyi, imaji, kiasan, tipografi, diksi, baris, bait, manipulasi tatabahasa dll.
Dengan pendekatan struktur puisi agar dapat memahami puisi dengan baik, kita dapat berpegang pada prinsip berikut:
• Makna unsur-unsur puisi membentuk makna keseluruhan puisi. Makna unsur- unsur puisi dicari dengan terlebih dahulu mengandaikan makna keseluruhan puisi. Keberadaan suatu unsur puisi ditentukan oleh adanya unsur lainnya. Oleh karena itu, seluruh unsur-unsur puisi tidak membentuk makna sendiri-sendiri secara lepas tetapi secara bersama membentuk makna keseluruhan puisi. Maka puisi dikatakan sebagai karya sastra yg "koheren" dimana setiap unsurnya saling terkait dan saling menentukan dalam membentuk makna keseluruhan puisi. Oleh karena itu, selalu baca puisi secara keseluruhan, tidak sepotong-sepotong.
Analisis puisi dapat dilakukan dengan teknik "parafrase" yaitu usaha mengembalikan kata-kata yg hilang atau memperbaiki tata bahasa dalam rangka memudahkan pemahaman puisi.
Hal ini amat bermanfaat terutama bagi puisi yg menggunakan sedikit kata-kata.
Ada 2 metoda teknik parafrase:
1) Mempertahankan susunan kata-kata dalam puisi tetapi menambahkan
unsur/ kata dalam tanda kurung yg akan memudahkan usaha
memahami puisi secara keseluruhan.
Contoh:
Perhatikan puisi Chairil Anwar berikut ini:
HAMPA
kepada Sri
Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti. Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Dengan teknik parafrase ini kita tambah beberapa
kata agar lebih mudah dipahami.
HAMPA
kepada Sri
(keadaan amat) Sepi di luar (sana).
(Keadaan) Sepi (itu) menekan-(dan) mendesak.
Lurus kaku pohon(-pohon)an (disana).
(pohonan itu) Tak bergerak
Sampai ke puncak (nya). Sepi (itu) memagut(ku),
Tak satu kuasa (pun dapat) melepas-(dan me)renggut(nya
dariku)
Segala(nya hanya) menanti. Menanti. (dan) Menanti (lagi).
(menanti dalam) Sepi.
(di) Tambah (lagi dengan keadaan saat) ini (,) menanti jadi
mencekik (malah)
Memberat(kan dan)-mencekung (kan) punda (kku)
Sampai binasa segala(-galanya). (itu pun) Belum apa-apa
(bahkan) Udara (pun telah) bertuba. Setan (pun) bertempik
(sorak)
Ini (,) (peraan) sepi (ini) terus (saja) ada.
Dan (aku masih tetap) menanti.
NB: Teknik parafrase ini hanya diperlukan bagi puisi-puisi yg
amat minim kata-katanya. Bila suatu puisi telah tersusun dalam
kata-kata yg mudah dipahami, maka tidak diperlukan lagi membuat
parafrase.
2) Mengubah puisi menjadi prosa dengan cara mengubah baris/ bait
menjadi kalimat-kalimat dengan menambah/mengurangi/menukar kata-
kata tertentu sehingga unsur-unsur asli puisi tidak kelihatan
lagi, yg ada hanya suatu prosa dimana prosa tsb telah menggambarkan
makna secara keseluruhan puisi tsb.
Silahkan buat prosa yg lengkap untuk puisi "Hampa" karya
PUISI LAMA
A.PENGERTIAN
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan.
Aturan- aturan itu antara lain :
1. Jumlah kata dalam 1 baris
2. Jumlah baris dalam 1 bait
3. Persajakan (rima)
4. Banyak suku kata tiap baris
5. Irama
B. MACAM-MACAM PUISI LAMA
1. MANTRA
Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
2.GURINDAM
Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)
CIRI-CIRI GURINDAM:
a. Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst.
b. Berasal dari Tamil (India)
c. Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatui sebab akibat.
Contoh :
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
Gurindam
Ini gurindam pasal yang pertama:
Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang ma’rifat
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang terpedaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia melarat.
Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawaban nya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.
3. SYAIR
Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab.
CIRI – CIRI SYAIR :
a. Setiap bait terdiri dari 4 baris
b. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
c. Bersajak a – a – a – a
d. Isi semua tidak ada sampiran
e. Berasal dari Arab
Contoh :
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Raja bernama Darmalaksana (a)
Tampan rupawan elok parasnya (a)
Adil dan jujur penuh wibawa (a)
Gagah perkasa tiada tandingnya (a)
4.PANTUN
Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.
CIRI – CIRI PANTUN :
1. Setiap bait terdiri 4 baris
2. Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
3. Baris 3 dan 4 merupakan isi
4. Bersajak a – b – a – b
5. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
6. Berasal dari Melayu (Indonesia)
Contoh :
Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
MACAM-MACAM PANTUN
1. DILIHAT DARI BENTUKNYA
a. PANTUN BIASA
Pantun biasa sering juga disebut pantun saja.
Contoh :
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati
2. SELOKA (PANTUN BERKAIT)
Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.
CIRI-CIRI SELOKA:
a. Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait kedua.
b. Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait ketiga
c. Dan seterusnya
Contoh :
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
3. TALIBUN
Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.
Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.
Jika satiu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.
Jadi :
Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.
Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh :
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli sampiran
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari isi
Induk semang cari dahulu
4. PANTUN KILAT ( KARMINA )
CIRI-CIRINYA :
a. Setiap bait terdiri dari 2 baris
b. Baris pertama merupakan sampiran
c. Baris kedua merupakan isi
d. Bersajak a – a
e. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
Contoh :
Dahulu parang, sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
2. DILIHAT DARI ISINYA
2.1. PANTUN ANAK-ANAK
Contoh :
Elok rupanya si kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
2.2. PANTUN ORANG MUDA
Contoh :
Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Sehidup semati kita bersama
Satu kubur kelak berdua
2.3. PANTUN ORANG TUA
Contoh :
Asam kandis asam gelugur
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
2.4. PANTUN JENAKA
Contoh :
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga
2.5. PANTUN TEKA-TEKI
Contoh :
Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki
Soneta
MUHAMAD YAMIN
Penyair yang dikenal sebagai pemula bentuk soneta
dalam kesusastraan Indonesia modern ini dilahirkan di Sawahlunto,
Sumatera Barat, pada tanggal 23 Agustus 1903. Dengan demikian, dapat dipahami apabila Yamin tidak
terhanyut begitu saja oleh hal-hal yang pernah diterimanya, baik itu
berupa karya-karya sastra Barat yang pernah dinikmatinya maupun sistem
pendidikan Barat yang pernah dialaminya.Dengan demikian, puisi Yamin memang dekat sekali
dengan syair yang memang merupakan puisi untuk mengisahkan
sesuatu.”Puisi Yamin itu dapat dirasakan sebagai syair dalam bentuk
yang bukan syair”, demikian Umar Junus. Jika Umar Junus melihat adanya kedekatan untuk soneta
yang dipergunakan Yamin dengan bentuk pantun dan syair, sebetulnya hal
itu tidak dapat dipisahkan dari tradisi sastra yang melingkungi Yamin
pada waktu masih amat dipengaruhi pantun dan syair.Sifat soneta yang melankolik dan kecenderungan
berkisah yang terdapat didalamnya tidak berbeda jauh dengan yang
terdapat dalam pantun dan syair. Dua hal yang disebut terakhir,
yakni sifat melankolik dan kecenderungan berkisah, kebetulan sesuai
untuk gejolak perasaan Yamin pada masa remajanya.
Karena itu, soneta yang baru saja dikenal Yamin dan yang kemudian
digunakannya sebagai bentuk pengungkapan estetiknyha mengesankan bukan
bentuk soneta yang murni.Karena itu, soneta Yamin bukanlah suatu adopsi bentuk
eropa dalam keseluruhan kompleksitas strukturalnya, tetapi lebih
merupakan suatu pengungkapan yang visual, sesuatu yang bersifat
permukaan saja dari soneta Belanda, yang masih memiliki ekspresi puitis
yang khas Melayu.
Di Lautan Hindia
Mendengarkan ombak pada hampirku
Debar-mendebar kiri dan kanan
Melagukan nyanyi penuh santunan
Terbitlah rindu ke tempat lahirku
Sebelah Timur pada pinggirku
Diliputi langit berawan-awan
Kelihatan pulau penuh keheranan
Itulah gerangan tanah airku
Di mana laut debur-mendebur
Serta mendesir tiba di papsir
Di sanalah jiwaku, mula bertabur
Di mana ombak sembur-menyembur
Membasahi barissan sebuah pesisir
Di sanalah hendaknya, aku berkubur
Pada tahun 1928 Yamin menerbitkan kumpulan sajaknya yang berjudul Indonesia, Tumpah Darahku.Sebagai pemuda yang mencita-citakan kejayaan masa
depan bangsanya, ia tetap mengenang kegemilangan masa silam bangsanya:
Tiap gelombang di lautan berdesir
Sampai ke pantai tanah pesisir
Setiap butir berbisik di pasir
Semua itu terdengar bagiku Menceriterakan hikayat zaman yang lalu
Peninggalan bangsaku segenap waktu
Berkat cahaya pelita poyangku Penggalan sajak berikut ini juga
memperlihatkan adanya kesadaran untuk memelihara hasi-hasil yang pernah
dicapai oleh para pendahulu bangsa dan menjadikannya sebagai modal
untuk meraih kegemilangan masa depan: Adapun kami anak sekarang
Mari berjejrih berbanting tulang
Menjaga kemegahan jangalah hilang,
Supaya lepas ke padang yang bebas
Sebagai poyangku masa dahulu,
Karena bangsaku dalam hatiku
Turunan Indonesia darah Melayu Patriotisme Yamin yang juga mengilhami
untuk menumbuhkan kecintaan pada bangsa dan sastra. Ia banyak pula menerjemahkan karya sastra asing ke
dalam bahasa Indonesia, antara lain karya sastrawan Inggris William
Shakespeare (1564–1616) berjudul Julius Caesar (1952) dan dari
pengarang India Rabindranath Tagore (1861–1941) berjudul Menantikan
Surat dari Raja dan Di Dalam dan Di Luar Lingkungan Rumah Tangga.
CITRAAN DALAM PUISI
Citraan Adalah penggambaran mengenai objek berupa kata, frase, atau kalimat yang tertuang di dalam puisi atau prosa. Citraan dimaksudkan agar pembaca dapat memperoleh gambaran konkret tentang hal-hal yang ingin disampaikan oleh pengarang atau penyair. Dengan demikian, unsur citraan dapat membantu kita dalam menafsirkan makna dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh.
Jenis Citraan dibagi menjadi 7, yakni:
1. Citraan penglihatan, yaitu citraan yang ditimbulkan oleh indera penglihat (mata). Citraan ini dapat memberikan ransangan kepada mata sehingga seolah-olah dapat melihat sesuatu yang sebenarnya tidak terlihat.
2. Citraan pendengaran, yaitu citraan yang ditimbulkan oleh indera pendengar (telinga). Citraan ini dapat memberikan ransangan kepada telinga sehingga seolah-olah dapat mendengar sesuatu yang diungkapkan melalui citraan tersebut.
3. Citraan perabaan, yaitu citraan yang melibatkan indera peraba (kulit), misalnya kasar, lembut, halus, basah, panas, dingin, dll.
4. Citraan penciuman, yaitu citraan yang berhubungan dengan indera pencium (hidung). Kata-kata yang mengandung citraan ini menggambarkan seolah-olah objek yang dibicarakan berbau harum, busuk, anyir, dll.
5. Citraan pencecapan, yaitu citraan yang melibatkan indera pencecap (lidah). Melalui citraan ini seolah-olah kita dapat merasakan sesuatu yang pahit, asam, manis, kecut, dll.
6. Citraan gerak, yaitu citraan yang secara konkret tidak bergerak, tetapi secara abstrak objek tersebut bergerak.
7. Citraan perasaan, yaitu citraan yang melibatkan hati (perasaan). Citraan ini membantu kita dalam menghayati suatu objek atau kejadian yang melibatkan perasaan.
Sabtu, 28 Agustus 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar